Portalssi, Aceh Besar : Sebentar lagi, perhelatan PON akan diadakan di negeri yang dikenal khas dengan syariat Islam. Kita patut berbangga dengan label syariah tersebut. Namun, di sini kita juga akan diuji, apakah kita akan mempertahankan nilai-nilai keislaman kita dan mempromosikannya kepada para tamu yang datang dengan cara yang anggun atau justru menjualnya demi kepentingan materi yang sesaat.
Ketua Pendidikan Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh Ustaz Husni Nazir, Lc, MA menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Al-Hidayah Dusun Meusara Agung, Gampong Gue Gajah, Kecamatan Darul Imarah, 30 Agustus 2024 bertepatan dengan 25 Shafar 1446 H.
Alumni S2 Ushul Fikih, Universitas Al-Azhar Asy-Syarif ini menguraikan, bahwa ketika gelombang penyiksaan semakin meningkat, Rasulullah Saw mengizinkan para sahabatnya berhijrah meninggalkan kota Mekah. Delapan puluh lebih sahabat pertama-tama berhijrah ke Habasyah, kemudian pada tahun ketiga belas dari kerasulan, bahkan Rasulullah Saw pun ikut berhijrah ke Madinah.
“Berhijrah meninggalkan tanah air bukanlah pilihan yang mudah. Beragam kesulitan telah menanti sejak keputusan hijrah diambil. Saat hijrah pertama berlangsung, untuk sampai ke Habasyah, para sahabat harus menempuh perjalanan yang sangat jauh dan harus membelah lautan demi mencapai tempat tujuan,” ungkapnya.
Rasulullah Saw pernah menggambarkan rasa cintanya kepada Mekah, tanah yang harus ditinggalkannya, dengan bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya engkau (Mekah) adalah sebaik-baik tempat di bumi, dan yang paling aku cintai. Kalaulah bukan karena umatmu mengusirku, sungguh aku tidak akan pernah pergi (dari sini).” (H.R. Bukhari).
“Ungkapan ini menunjukkan bahwa hijrah ke Madinah bukanlah pilihan, melainkan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari,” tagas Direktur Dar Imam Al-Ghazaliy Aceh ini.
Ustaz Husni Nazir menjelaskan, meskipun segala rintangan dan kesulitan meninggalkan tanah air telah jelas terlihat di depan mata Rasulullah dan para sahabat, keputusan untuk berhijrah tetap dijalankan. Selain merupakan perintah dari Allah Swt, sejarah juga memberikan pembenaran yang sangat kuat atas keputusan hijrah Nabi Saw dan para sahabatnya.
Sejarah mengajarkan, ketika manusia dihadapkan pada dua pilihan, antara mempertahankan nilai atau mengejar materi, maka pilihlah nilai. Karena nilai dapat menghasilkan materi, sedangkan materi tanpa nilai akan lenyap dengan sendirinya.
“Peradaban besar yang pernah berjaya di masa lalu, seperti Persia dan Romawi, mengalami keruntuhan ketika mereka kehilangan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Sebaliknya, kebangkitan sebuah kebudayaan selalu dimulai dengan penataan nilai yang baik, seperti munculnya peradaban Islam di Kota Madinah,” ujar Ustaz Husni Nazir.
Rasulullah Saw meninggalkan harta benda serta sanak saudara di Mekah dan hijrah ke Madinah, karena keyakinan bahwa nilai yang diperjuangkan harus diselamatkan, meskipun harus mengorbankan banyak hal.
“Hanya berselang delapan tahun, nilai-nilai yang dipertahankan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya membuahkan hasil nyata melalui Fathu Mekah. Materi yang dikorbankan di awal akhirnya dapat diraih kembali, bahkan dalam kondisi yang lebih baik dan lebih besar,” tambahnya.
Menurut Ustaz Husni Nazir, meskipun secara kasat mata terlihat bahwa Nabi Saw mengorbankan materi dan harta benda dengan berhijrah ke Madinah, namun pada hakikatnya beliau Saw sedang menjaga dan melindunginya untuk masa yang lebih panjang. (Sayed M. Husen)