Portalssi, Banda Aceh : Forum Mahasiswa Aceh Dunia (FORMAD) menyayangkan konser musik tidak ramah syariat yang berlangsung pada pada Bhayangkara Festival 2024 di Taman PKA, Banda Aceh, 5-8 Juli 2024 lalu. Acara yang berlangsung selama empat hari itu menyita perhatian publik Aceh, lantaran mengundang sejumlah musisi kenamaan nasional sebagai penampil yang terbukti cukup berhasil menarik minat pengunjung.
Ketua Umum FORMAD, Tgk. M. Najid Akhtiar, Lc, MA dalam pernyataannya kepada media Minggu (15/7/2024) menyampaikan, agenda besar itu dinilai tidak sejalan dengan norma keislaman yang selama ini tertanam dalam kehidupan berbudaya masyarakat Aceh. Sejumlah kritikan, kecaman, hingga aksi protes pun bermunculan pasca-penyelenggaraan konser.
“Saya mengamini pendapat khalayak yang menyebutkan aspek syariat yang menjadi identitas masyarakat Aceh kurang diperhatikan aparat kepolisian dalam menyelenggarakan agenda ini. Yang kita sayangkan adalah ketika kawan-kawan aparat yang bertugas di daerah dengan mayoritas dan hukum kekhususan seperti Aceh malah abai akan kekhususan tersebut,” tegasnya.
Menurut dia, banyak yang menyalahkan Pemerintah Aceh dan MPU Aceh karena menilai MPU yang seharusnya bertanggung jawab. Padahal, hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat dengan dukungan para pemegang wewenang.
Selanjutnya, Alumni Universitas Al Azhar Kairo ini menyayangkan sikap Polda Aceh yang seakan tidak menanggapi dengan serius berbagai kritikan yang dilayangkan publik. “Saya pribadi sebenarnya sangat senang ketika Polda Aceh menyelenggarakan agenda yang mendekatkan diri dengan masyarakat seperti Bhayangkara Fest. Niatnya positif, agendanya positif, namun sepertinya dalam perencanaannya pihak penyelenggara tidak mempertimbangkan syariat Islam sebagai aspek yang harus dijunjung tinggi.
“Polemik serupa ini sudah banyak dikritik oleh berbagai pihak, bahkan para pemangku jabatan sejak bertahun-tahun lalu. Kalau saja agenda ini dirancang islami dengan menjunjung nilai-nilai syariat di dalamnya, saya yakin 100 persen citra kepolisian akan sangat baik dan dipandang mulia di hati masyarakat Aceh,” tambahnya M. Najid Akhtiar.
Sementara Sekretaris Umum FORMAD, Tgk. Asyraf Muntazhar, Lc, MA menambahkan, telah terjadi penurunan kualitas penerapan syariat Islam di Aceh selama beberapa tahun terakhir. Ia menyoroti sejumlah fenomena yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini yang dinilainya, tidak lagi mengedepankan syariat Islam.
“Masalahnya lebih dari sekedar pelaksanaan konser musik. Kami menilai, permasalahannya berada berkurangnya kepedulian para pemegang wewenang publik dalam upaya maksimal dalam menanamkan nilai-nilai keislaman bagi Masyarakat Aceh secara umum. Kami khawatir, jika sikap abai ini terus terjadi, Aceh yang bernafaskan islam ini akan kehilangan nafasnya,” tegas Asyraf.
Lulusan S2 Universitas Hassan II Casablanca Maroko ini mengungkapkan, Aceh yang dulunya merupakan acuan utama dalam urusan agama Islam di Asia, sekarang malah tidak peduli dengan identitas keislamannya. Menurutnya, perkembangan zaman seharusnya tidak menghilangkan identitas asli sebuah daerah, namun dikembangkan senafas dengan identitas tersebut.
“Mari evaluasi ini kita perhatikan dengan mendiskusikan satu pertanyaan penting, mengapa di Aceh tidak lagi menjadi rujukan utama dalam urusan agama Islam dan kita sekarang malah cenderung mengikuti apa kata pemerintah pusat. Kami rasa ini perlu perhatian bersama, sehingga kita tidak kehilangan identitas kita,” harapnya. (Sayed M. Husen)