Portalssi, Banda Aceh : Baitul Mal Aceh (BMA) menerima kunjungan Pusat Pungutan Zakat-Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP) Kuala Lumpur, Malaysia di Ruang Rapat Pimpinan BMA, Jeulingke, Banda Aceh, Selasa (5/2/2024). Kehadiran tamu dari negeri jiran itu diterima para pimpinan BMA, yaitu Anggota Badan, Muhammad Ikhsan, Mukhlis Sya'ya, dan Khairina, Kepala Sekretariat BMA, Amirullah, dan sejumlah pejabat lainnya.
Anggota Badan BMA, Muhammad Ikhsan, dalam penjelasannya menyampaikan, BMA memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat lainnya di Indonesia. Pengelolaan zakat dan infak di BMA melibatkan pemerintah daerah sebagai bentuk dukungannya. Oleh karena itu, zakat dan infak di Aceh tercatat sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
"Dalam hal pengumpulan zakat, semua pegawai negeri yang gajinya sudah mencapai nisab di Aceh itu dipotong langsung oleh bendahara untuk disetor ke Baitul Mal Aceh. Tentu ini memudahkan Baitul Mal Aceh dalam pengumpulan zakat dari sektor ini," ungkap Muhammad Ikhsan.
Sementara untuk pendistribusian, kata Muhammad Ikhsan, BMA membagikan dalam beberapa sektor, seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial kemanusiaan, dakwah, dan advokasi. Dari sektor-sektor ini melahirkan berbagai program, mulai dari beasiswa pendidikan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, bantuan untuk masyarakat lanjut usia, bantuan kesehatan, bantuan untuk ibu hamil, bantuan pemulasaran jenazah, hingga pelatihan keahlian yang mendukung mustahik meningkatkan penghasilannya.
"Artinya zakat dan infak di Aceh membantu masyarakat yang membutuhkan mulai sejak masih dalam kandungan hingga menuju ke liang lahat," jelas Muhammad Ikhsan.
Sementara itu, Ketua Rombongan PPZ-MAIWP Malaysia, Abdul Hakim Amir, menyampaikan di Malaysia sudah diberlakukan zakat pengurang pajak. Masyarakat muslim di sana tidak lagi double tax (pajak ganda). Jumlah zakat yang disetor oleh muzaki dapat pengurangi jumlah pajak yang dikenakan kepada muzaki tersebut.
Namun yang menarik di Malaysia, katanya, lebih banyak zakat didapatkan di sektor swasta. Pasalnya, penghasilan masyarakat di sekolah non-pemerintah lebih banyak dibandingkan pemerintah.
Dalam paparannya, Abdul Hakim menceritakan seputar struktur lembaga dan kedudukannya di bawah kerajaan. Selain mengumpulkan zakat mal, pihaknya juga mengumpulkan zakat fitrah dan wakaf tunai dari masyarakat.
"Di Malaysia ada dua kategori masyarakat berwakaf, ada khas dan bebas. Kalau yang khas biasanya diamanahkan untuk peruntukkan tertentu, sementara yang bebas, kami bebas mau memanfaatkan untuk apa saja asal bermanfaat," jelas Abdul Hakim.
Yang paling penting, ujarnya, strategi pengumpulan zakat mereka, yaitu memproteksi muzaki. Para muzaki dijaga agar tidak beralih ke lembaga lain. Hal itu tentu kepercayaan (trust) muzaki terhadap lembaganya harus dijaga betul. Jangan sampai mereka tidak puas dengan lembaga dikelolanya. (Sayed M. Husen)