Portalssi, Banda Aceh : Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Keluarga Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (DPD IKAL) Aceh menggelar diskusi “Ngopi Kebangsaan” di Aula Dinas Energi Sumber Daya Mineral Aceh (ESDM), Banda Aceh, (24/12/2022).
Humas DPD IKAL Aceh Juniazi Yahya menjelaskan, Ngopi Kebangsaan IKAL kerjasama dengan Dinas ESDM Aceh mengangkat isu kesiapan Aceh menghadapi transisi energi diikuti Forkopimda Aceh, pimpinan SKPA terkait, pengusaha, pejabat sipil dan militer, akademisi, pimpinan perbankan, pimpinan media massa, aktivis LSM, serta keluarga besar Keluarga Alumni Lemhannas Aceh.
“Dari berbagai pendapat yang berkembang sepanjang diskusi yang dipandu Dr Idayani itu, dipahami, bahwa energi terbarukan telah jadi isu global, siap-siap tidak siap, Aceh harus siap menghadapi transisi energi ini,” kata Juniazi.
Saat ini, tambahnya, Indonesia dan dunia gencar melakukan sosialisasi dan pengalihan sumber energi dari sumber berbasis bahan bakar fosil ke sumber energi yang tidak menghasilkan emisi karbon. Targetnya, Indonesia tahun 2060 bebas emisi (net zero emission).
“Energi fosil seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam, yang selama ini digunakan penduduk bumi, adalah penyumbang terbesar pemanasan global dunia. Hal Ini, tentu semakin berdampak memburuknya kondisi iklim bumi,” kata Juniazi, mengutip hasil diskusi.
Sementara itu, Ketua DPD IKAL Aceh, Prof Dr Syahrizal MA, dalam kesempatan itu mengatakan, IKAL Aceh sebagai wadah berkumpul para alumni Lembaga Ketahanan Nasional dari berbagai latar belakang profesi dan keilmuan, terpanggil mencermati kondisi mutakhir ini terutama di Aceh.
Syahrizal menambahkan, Ngopi Kebangsaan menjadi agenda rutin DPD IKAL Aceh. Sebelumnya, kegiatan serupa pernah dilaksanakan dengan mengangkat tema-tema aktual, seperti tentang toleransi umat beragama, kelistrikan, moneter, hankam, hukum, pangan, dan sebagainya. “Kegiatan ini telah jadi ikon DPP IKAL Lemhannas RI,” ujarnya.
Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Mohammad Hasan, yang mendapat kesempatan berbicara dalam kesempatan itu mengatakan, sumber daya alam, termasuk sumber daya energi terbarukan yang ada di Aceh, mesti dikelola dengan baik untuk kesejahteraan sebesar-besarnya kepada masyarakat, sebab ada korelasi antara kedaulatan energi dengan ketahanan nasional.
Direktur Eksekutif WALHi Aceh Ahmad Shalihin, mengingat transisi energi diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh energi fosil begitu besar. Oleh karenanya, ia berharap proses transisi energi yang sedang dilakukan pemerintah, tidak mengorbankan lingkungan hidup.
Pj Bupati Nagan Raya, Fitriany Farhas, AP, SSos, MSi yang hadir pada kesempatan itu mengakui potensi sumber daya alam dan sumber daya energi di Nagan Raya cukup besar. “Namun berbanding terbalik, masyarakatnya miskin,” katanya.
Untuk itu, saran Otto Syamsuddin Ishak, perlu dilakukan penataan, sehingga tidak terjadi benturan dan dampak terhadap lingkungan secara keseluruhan. “Masyarakat Aceh dikenal sangat dinamis, dalam konteks transisi energi ini, Dinas ESDM harus mempertimbangkan bagaimana mengelola energi dan masyarakat secara bijak dan dinamis. Saya rasa, masyarakat Aceh sangat siap menghadapi transisi energi ini,” ujar Alumni Lemhannas PPSA ini.
Dalam kesempatan itu juga berbicara GM PLN Aceh, Parulian Novriandi. “Saat ini, minat masyarakat Aceh menggunakan kenderaan listrik sangat tinggi. Menyahuti transisi energi ini, PLN Aceh telah menyediakan SPK LU di Banda Aceh, selanjutnya akan ada satu lagi di Lhokseumawe,” ujar Purulian.
Energi terbarukan potensial
Kepala Dinas ESDM Aceh Ir Mahdinur, MM menjelaskan sejumlah data dalam diskusi itu. Saat ini potensi energi di Aceh, terutama energi terbarukan, sangat besar. Tenaga air saja, potensinya mencapai 5,147 MW, yang berada di 70 lokasi di Aceh. Begitu pula tenaga panas bumi potensinya lebih dari 1.143 MW, terdapat lebih dari 22 lapangan. Belum lagi tenaga surya yang potensinya mencapai 7.881 MW. Tenaga angin dan bioenergi melimpah di Aceh.
“Sementara pemanfaatannya, masih sangat kecil, atau malah, seperti energi angin, panas bumi, dan bio energi, belum terjamah sama sekali,” tegas Mahdinur.
Dia menguraikan, dari 5,147 MW potensi listrik tenaga air di Aceh, baru digunakan sebesar 33,MW di 30 lokasi dari 70 lokasi yang ada. Tenaga panas bumi baru diekpolore 65 MW di 2 lokasi di Aceh. Tenaga suraya baru digunakan sebesar 0,94 MW di 26 lokasi. Tenaga surya yang mendapat rekomendasi Gubernur Aceh sebesar 127 MW di 2 lokasi, sedangkan bioenergi baru dieplore 137 unit di 11 lokasi.
“Jadi jelas sekali terlihat bahwa sumber daya energi terbarukan sangat besar dan potensial di Aceh, sementara pemanfaatannya, masih kecil dan malah belum tersentuh sama sekali,” ujar Mahdinur. Di pihak lain, sejumlah pengusaha lokal, nasional dan internasional, telah menjajaki peluang bisnis masa depan ini dan malah ada pengusaha yang telah menandatangani kontrak eskplorasi di Aceh.
Menurut Mahdinur, sejumlah regulasi telah ada di Aceh, misalnya Undang-Undang Pemerintahan Nomor 11 Tahun 2006, Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2019 dan terakhir Aceh juga telah memiliki Instruksi Gubernur Aceh Nomor 16 Tahun 2022 tentang percepatan penggunaan kenderaan bermotor listrik berbasis baterai di lingkup Pemerintahan Aceh.
Mahdinur menyampaikan, Oktober 2022 lalu Aceh mendapat penghargaan Anugerah Dewan Energi Nasional sebagai juara 2 Kategori Implementasi Kebijakan dan Regulasi Turunan Peraturan Daerah Rencana Umum Energi Daerah (Perda RUED). Begitu juga, November lalu Aceh juga menerima penghargaan ADMET AAWARD 2022 di Bidang Eenergi Baru dan Terbarukan kategori Impelementasi Kebijakan dan regulasi Perda RUED. “Ini semua bukti Aceh siap menghadapi transisi energi,” pungkasnya.